Teknohumanistik ; Kunci Merdeka dari Pusingnya Tugas Non-Skripsi! Apa sih itu?
Beberapa pekan yang lalu Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Tekonologi (Mendikbudristek) mengumumkan mahasiswa perguruan tinggi
di Indonesia tidak wajib membuat skripsi sebagai syarat kelulusan pada Selasa
(28/08/2023) pada diskusi Merdeka Belajar Episode 26: ‘Transformasi Standar
Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi’. Respon sebagian besar mahasiswa pun
sangat variatif bertebaran di media sosial melalui banyak cuitan berita di
internet. Bagaimana dengan respon mahasiswa di Universitas Negeri Surabaya atau
yang kerap disebut dengan UNESA ini?
Indah Ramadhani,
salah satu mahasiswa UNESA jurusan Ilmu Administrasi Negara Angkatan 22, masih
merasa program ini menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan mahasiswa.
Menurutnya, program non-skripsi ini dapat didukung dengan syarat digantikan
dengan opsi yang benar-benar sesuai dengan program studi yang dijalani serta
menggandeng kebutuhan seiring perkembangan zaman. Tidak sedikit mahasiswa
justru masih menjadikan skripsi sebagai opsi utama dari banyaknya opsi yang
ditawarkan seperti ; PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), magang kerja
industry, karya seni monumental tepat guna, dan penulisan artikel yang
terpublikasi pada jurnal ilmiah.
ilustrasi pertimbangan program non-skirpsi oleMendikbudristek di UNESA |
“Lagipula di negara kita skripsi sendiri belum mampu
memberikan impact yang jelas! Bahkan beredar video lembar skripsi yang
dijadikan pembungkus makanan, artinya akhir dari skripsi adalah menjadi
pajangan” tambah Indah mempertimbangkan nasib opsi non-skripsi lainnya tanpa
pengawasan berkala dari Perguruan Tinggi itu sendiri. Meskipun beberapa
mahasiswa menganggap ini sebuah kelonggaran, Mendikbudristek tetap menekankan
bahwa program ini akan kembali disesuaikan dengan kebijakan Perguruan Tinggi
masing-masing ysng memperhitungkan dari segi pembiayaan, tenaga, lokasi tempat
project, dll. Lantas, bisakah UNESA menerapkan kebijakan dari Mendikbudristek
ini?
“Kebijakan non-skripsi ini sejalan dengan penerapan
kurikulum ‘Merdeka Belajar’,selagi mahasiswanya bisa belajar dari segala aspek,
mengikuti minat dan bakat, dan berdeferesiasi sejalan dengan program studi yang
dijalani” ungkap DR. Drs. I Nyoman Tingkat, M.Hum. seorang aktivis di program
Kependidikan terutama Kurikulum ‘Merdeka Belajar’ di Bali, juga sebagai kepala
SMAN 2 Kuta Selatan. Beliau menegaskan perlunya MoU antara kampus dan opsi
pilihan non-skripsi yang akan dipilih agar hasil program ini bersifat
mutualisme.
DR. Drs. I Nyoman Tingkat, M.Hum. |
Bagi beliau, di era serba teknologi sekarang, mahasiswa perlu mempertahankan integritas dalam berteknologi untuk memudahkan hidup dengan pendekatan teknohumanistik (teknologi berbasis nilai kemanusiaan). Hal ini guna mengantisipasi penyalahgunaan sebab, akan semakin minimnya pengawasan secara detail yang diakibatkan berakar nya opsi kebijakan non-skripsi. Kesulitan dalam menghadapi tugas akhir yang variatif ini pun memiliki skala kesulitannya masing-masing tergantung pada minat setiap mahasiswa. Diharapkan jika diterapkannya program ini di UNESA, setiap individu mahasiswa yang unik dengan talenta dan kehebatan yang berbeda inilah yang harus menyesuaikan secara mandiri tugas akhir yang akan mereka pilih.
Oleh ; Diva Katherina Eka Putri (02341184122)
Komentar
Posting Komentar