Salah Satu Tanda Kangen : Sensitif dan Ngambek sama Pacar! Valid atau Tidak sih?

 

Sumber : GenPI.co

Menurut studi dari Universitas Exter dan Universitas Texas pada Juli 2022, menunjukkan hasil bahwa 66,67% wanita cenderung memperlihatkan tingkat kepekaan emosional yang tinggi saat mereka merindukan pasangan mereka. Studi ini memberikan wawasan yang menarik terutama bagi kaum muda, ketika dipadankan dengan pengalaman pribadi dari tiga narasumber yang berbeda.

Syerin, seorang mahasiswi (18) yang telah menjalani hubungan selama tujuh tahun, mengatakan, "Aku sih sangat setuju dengan riset ini." Ungkap Syerin menyoroti pentingnya pertemuan langsung dalam menangani konflik.

"Pacaran secara online tidak bisa jadi solusi, tapi saat bertemu langsung, marah dan sensitivitas langsung mereda." 

Bagi Syerin, pacaran online dianggap tidak efektif karena keterbatasan akses pembicaraan dan kurangnya pemahaman mendetail tentang detail pasangan. Ia lebih memilih untuk bertemu dengan pacarnya yang berada jauh daripada menjalani Long Distance Relationship (LDR). Dengan lugas, Syerin menambahkan, "mungkin karena Love language (bahasa cinta) saya physical touch".

Amel, seorang mahasiswi (18) yang menjalani hubungan jarak jauh (LDR) selama tiga bulan, memberikan tanggapan yang sedikit berbeda dengan menyatakan, "Pacaran lewat online masih efektif aja sih menurutku." 

Meskipun kurang merasakan keterkaitan dengan hasil studi, Amel menekankan pentingnya komunikasi harian dan menganggap pertemuan langsung lebih efektif. Ia juga setuju dengan Syerin bahwa sensitivitas meningkat saat rindu pasangan, tetapi menyarankan untuk menghindari 'silent treatment' atau penolakan komunikasi verbal dengan orang lain, melalui diskusi dalam wawancara tersebut. Bagi Amel, LDR tidak menjadi beban karena dia dan pasangannya memiliki prinsip saling komunikasi dan memahami.

Berbeda dengan Syerin dan Amel, Najwa seroang mahasiswi (17) yang belum berpacaran, memiliki pandangan berbeda mrmgenai hasil studi ini. Ia menyatakan, "Menurutku, ada hal yang lebih mendukung faktor sensitivitas pada wanita, contohnya fase menstruasi."

Najwa mempertanyakan faktor rindu sebagai penyebab sensitivitas, mengklaim bahwa perbedaan perlakuan sejak kecil juga turut memengaruhi respons emosional wanita. "Ini bisa juga disebabkan faktor stimulasi sejak kecil perlakuan kepada wanita dan pria yang berbeda," ujarnya.

Najwa juga memberikan contoh stimulasi gang dimaksud, saat anak perempuan terjatuh akan cenderung dibiarkan mengekspresikan emosinya seperti menangis, marah, kesal, yang berbanding terbalik dengan anak laki-laki yang akan dipaksa untuk kuat dan tangguh.

Syerin menanggapi dengan menggambarkan pengalaman pribadinya yang tetao sepenuhnya setuju dengan studi tersebut, "Dari sekolah bareng, bimbel bareng, hampir setiap hari, saat kehilangan kabarnya sebentar, aku bakal bete dan khawatir, bahkan overthinking kalau tau akan kehilangan kabarnya walau sebentar." 

Dini, narasumber lain, menambahkan, "Aku setuju dengan beberapa poin Najwa. Prinsipku sih yang penting saling mengerti dan mengutamakan komunikasi sebagai kunci."

Ketiga narasumber sepakat bahwa durasi lama berpacaran dan status hubungan dapat memengaruhi respons emosional. Mereka menekankan pentingnya komunikasi intensif sebagai kunci sukses dalam menjalani hubungan. Dan mereka juga setuju bahwa pertemuan langsung adalah yang paling efektif, sambil menolak pendekatan 'silent treatment' dalam hubungan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Revolusi Pencarian Kos: Mamikos Menggantikan Metode Konvensional dengan Teknologi Canggih

Relevansi pengguna e-book di kalangan pelajar

Anak Muda Berjaya di Dunia Freelance: Kisah Sukses Mahasiswa dalam Meniti Karier Mandiri